[recent]

Recent Post

3/recentposts

Pro Kontra Tentang Mereka

21 komentar

 

freepik.com


Mereka yang tidak menggunakan masker ditindak seolah-seolah tahanan koruptor

Cerita ini dimulai saat aku sedang perjalanan menuju TPQ sore hari, seperti biasa rute yang harus dilalui adalah traffic light dekat MINU Pucang. Lampu TL menunjukkan merah, aku berhenti disisi lajur kanan. Karena lajur sebelah kiri, masih diperbolehkan jalan terus, its oke. Tepat disamping alias lajur sebelah kiri, beberapa Polisi sigap menghadang masyarakat yang tidak memakai masker.  Tak butuh lama, Polisi sudah dapat mangsa, seorang laki-laki sekitar umur 30 an langsung dihadang, motor langsung dimatikan pak polisi.

Aku yang menyaksikan kejadian itu masih belum bereaksi apa. lampu TL menunjukkan hijau,  segeralah tancap gas agar cepat sampai lokasi. Air mata tidak sengaja menetes di masker yang ku kenakan. Ternyata tanpa sengaja aku merasakan apa yang dirasakan Bapak yang dihentikan tadi.

Dalam kacamataku, karena kesalahannya Bapak tersebut diperlakukan seperti tahanan bandar maling. Bapak itu dihadang, motor langsung dimatikan, kemudian ditanya-tanya pak polisi, dan di video kejadian tersebut. Bisa ditebak, setelah kejadian barusan divideo pasti bakal di share di akun official media patner Sidoarjo. Lalu semakin banyak hujatan-hujatan yan didapat Bapak tersebut hanya gara-gara tidak memakai masker.

Iya, kondisi saat ini masa pandemi covid yang entah sampai kapan berakhir yang katanya nunggu vaksin datang. WHO sampai pemerintah mewajibkan masyarakat memakai masker untuk mengurangi penyebaran virus ini. Mewajibkan penggunaan masker saat keluar rumah. Membiasakan hal yang tidak biasa itu tidak mudah, dan tidak semua orang nyaman dan terbiasa memakai masker keluar rumah.

Aku termasuk orang yang tidak setuju, hanya karena tidak pakai masker sampai diberi sanksi, bahkan denda. Apalagi sampai melibatkan aparat penegak hukum demi menertibkan warga yang dibilang tidak taat karena tidak bermasker. Bukankah sehlayaknya rakyat adalah raja, sedangkan pemerintah dan aparat adalah pelayan kok rakyat yang harus selalu menuruti kemauan pemerintah?.

Kalau ditanya,

“Memang situ sanggup bayar isolasi di rumah sakit? Memang situ mau keluarganya terkena covid?”.

Akan kucoba menjawab kondisi pandemi hanya soal waktu, cobalah melibatkan rakyat untuk diskusi bukan hanya kaum atasan aja yang memikirkan solusi, karena rakyat juga memiliki hak untuk didengarkan, malah bisa rakyatlah sebenarnya sudah paham kondis di balik pandemi ini seperti apa upss.

Selama ini yang aku faham adalah apabila kondisi ekonomi seseorang bagus maka akan berdampak bagus akan sadar kesehatan. Jika kondisi pandemi menyebabkan arus keuangan keluarga menurun mana mungkin kesehatan akan baik-baik saja. Maka tidak heran orang-orang lebih takut kelaparan dari mati karena covid katanya. Bagiku meninggal karena covid adalah slogan untuk kepentingan segelintir orang demi misi rahasia.

Kita hidup dalam negara semua hal yang kita mau harus berusaha sendiri, tapi diwajibkan bayar pajak dan anehnya kita harus menuruti peraturan yang kita sendiri tidak ikut dilibatkan.

Kembali pada kejadian bapak yang diberhentikan perjalanannya karena tidak pakai masker, berbagai alasan harus dipertimbangkan bahkan salah satunya alasan malas pakai masker.

“Kenapa masker tidak dipakai pak? Sudah mengerti kondisi pandemi masih berlangsung”

“Saya tahu pak masih kondisi pandemi, tapi saya kalau pakai masker engap tidak terbiasa saya dan insyaallah saya dalam kondisi sehat mengendarai motor ini bukan dalam keadaan sakit”. Wkwkwk.

 

 

freepik.com


 

Hak Pedagang pinggir jalan dirampas tanpa diberi solusi

Masih lebih baik mereka berjualan di pinggir jalan daripada di badan jalan hehe. Masih lebih baik mereka jadi pedagang kaki lima daripada mencuri apalagi merampok. Lalu muncul komentar kalau mereka jualan di pinggir jalan bisa menyebabkan jalan macet dan itu merugikan pengguna jalan.

Pasti yang berkomentar seperti itu belum pernah merasakan keadaan ekonomi menengah ke bawah, dimana ketika membelanjakan uang harus benar-benar diperhitungkan. Mereka mungkin kalau beli baju di mall, beli buah di swalayan, beli jajan anti pinggir jalan, anti pedangan asongan. Asal kalian tahu, mereka yang jualan di pinggir jalan kulak an pakai uan sendiri dan isnyaallah halal agar punya cadangan makanan hari esok. Mereka yang selalu menyoroti pedagang  di pinggir jalan di media sebut saja Suara Surabaya, kemudian mendapat respon dari pemerintah setempat. Satuan Polisi Pamong Praja yang bisa disingkat Satpol PP pun harus bertindak melaksanakan kewajiban menertibkan.

Peringatan pertama dari Satpol PP adalah edaran surat, kedua teguran halus, ketiga jika masih tetap berjualan dagangan mereka harus diangkut. Bagaimana mereka akan pergi kalau memang pelanggan mereka adalah yang biasa melewati jalan tersebut? bagaimana mungkin mereka pergi jika di pinggir jalan itu adalah satu-satunya sumber penghasilan mereka, dan kalau mereka pergi ke tempat baru tentu harus mengawali suasana baru dan itu tidak mudah. Dengan gampangnya atas perintah atasan agar jalan tidak macet, pedagang pinggiran tersebut harus pindah.

Mereka alias pedagang pinggiran yan berjualan menggunakan motor, pick up, mobil tentunya bayar pajak kendaraan bukan? Dan uang pajak tersebut untuk membiayai gaji pemerintah diantaranya Satpoll PP tersebut.

Oleh karena itu kadang Satpoll PP juga bisa berhati baik, tidak langsung diangkut barang dagangan mereka diantara caranya adalah:

  1.  Mereka boleh jualan dipinggir jalan asal harus naik di trotoar agar tidak menimbulkan kemacetan panjang saat jalanan ramai, terutama pembeli yang parkit seenaknya.
  2. Para pedagang pinggir jalan tentu memiliki grup khusus, jadi mereka paham kapan Satpol PP akan datang. Pas sudah jamnya, para pedagang jelas buru-buru pergi mencari persembuyian atau pindah tempat. Dan Satpoll PP yang datang dari kejauhan hanya menyaksikan, ketika sudah sampai lokasi mereka pun duduk-duduk sembari melaksanakan kewajiban. 

Dan aku sangat setuju tindakan Satpoll PP diatas, kadang mereka juga ada di fase bimbang pasti diantara mereka berkehidupan tidak mewah-mewah sekali dan suatu saat nanti juga membutuhkan pedagang pinggir jalan tersebut. Di desa tempat tinggalku ada yang beprofesi sebagai Satpol PP dan sudah berkeluarga, di saat menjalankan tugasnya dia harus menjaring razia pedagang pinggir jalan, lagi-lagi karena tugas pedagang pinggir jalan tersebut mungkin tidak ikhlas, pedagang pinggir jalan itu melontarkan kalimat seperti ini.

“Tak doakan anakmu matanya picek nanti”

Tentu kalian tahu bukan, bawa doa orang terdzalimi pasti dikabulkan, hal itupun terbukti anak kedua dari Bapak Satpol PP tersebut matanya tidak berfungsi untuk melihat alias buta. Bukan bermaksud untuk menghakimi, tapi itulah kenyataannya.

Kadang peraturan tidak selalu bagus dalam sebuah keadaan bisa jadi sangat memberatkan di lain pihak. Yang paling dirugikan pertama kali adalah masyarakat kecil, mereka harus menjadi korban atas beberapa poin yang kadang menguntungkan pihak di atas. Kita tidak bisa memilih masa depan akan menjadi apa, tapi kita masih bisa merencanakan masa depan dengan terus berusaha.

lylamanzila
Assalamua'alaikum Halo saya Alfimanzila Orang asli Sidoarjo Email: lylamanzila97@gmail.com

Related Posts

21 komentar

  1. Tujuannya ada polisi kan memang untuk membuat kejutan. Kalau nggak ada kejutan, bukan polisi namanya.

    Aku kemaren pas waktu ngantar istri ke tempat ngajarnya, kan ada razia masker. Nah, ada tuh bapak-bapak yang nggak pakai masker. Hukumannya, berdiri sambil memegang sehelai kertas bertuliskan "Saya keluar rumah tidak memakai masker". Malu eh. Aku aja malu ngelihatnya.

    BalasHapus
  2. Dilema ya dek. kalau pake masker engep susah nafas namun ga pake takut di denda. Minimal ada cara menyiasatinya ya. Artinya harus di rumah aja nih, hehehe

    BalasHapus
  3. Wah, Mba Alfi ini pembela kaum yang lemah ya, pas sekali mengangkat perasaan dan kondisi dari kejadian yang kita alami sehari-hari. Soal memakai masker kl memakainpendekatan hukuman dari yang berwajib kok ya tega ya hehe... idealnya pakai masker atas rasa kesadaran sendiri ya

    BalasHapus
  4. Tapi gimana ya,bukan saya pro aturan, yang diurusi pun kadang bandel ,diulang lagi dan lagi
    Kayak PKL di Jakarta,dikerasi bisa bersih dan rapi kotanya.Sekali lunak peraturan langsung ambyar , semrawut lagi.

    BalasHapus
  5. Serba salah memang ya, sementara terkadang kita memang perlu tega(s) untuk menegakkan peraturan. Sama kaya mendidik anak lah, orang lain lihat anak kita nangis gara-gara nggak dibelikan jajan, ngeliatnya tega banget sih cuma minta jajan 1000 rupiah aja nggak dikasih.

    Padahal bukan soal 1000nya, tapi soal bagaimana agar anak belajar tahu kapan waktu jajan, bahwa jajan tidak boleh terus-terusan. Begitu juga soal pemakaian masker ini. Edukasi pastinya sudah berjalan terus... ketika sudah setahun dan masih ada yang abai pakai masker, tentu nggak ada salahnya harus ditindak secara tega(s).

    Ya, paling pemakaian kata-katanya aja yang harus lebih dibenahi. Jangan sampai kek emak-emak yang lagi ngomel ma anaknya hehe.

    Kalau untuk pedagang, mungkin beda pemerintah daerah, beda kebijakan ya. Kalau di kotaku, so far pedagang masih boleh jualan, asal tetap menjalankan prokes.

    BalasHapus
  6. Sedih sih memamg kalau kelalaiannya ada pada tahap nggak memakai masker tapi divideokan. Kadang bagi saya, apa sulitnya menghentikan sebentar, memberi pemahaman lalu menghadiahi masker.

    Tapi ya ... kadang ada saja oknum yang bebal sih ya.

    Serba salah juga.

    BalasHapus
  7. aku sepakat sama kalimat "Kita tidak bisa memilih masa depan akan menjadi apa, tapi kita masih bisa merencanakan masa depan dengan terus berusaha". berasa tertular energi positifnya. semoga nggak ada lagi oknum2 yang nggak memiliki hati nurani ya

    BalasHapus
  8. Ini memang dilema, tapi saya tetap berprinsip masker itu adalah kewajiban. masker itu pelindung pertama. Kalo yang paling gampang, pake masker aja dilanggar, gimana yang lainnya, ya kan? Hehehe. Tapi kembali lagi ke pemahaman masing-masing. Saya gak belain polisi, gak belain si bapak juga. itu bergantung mindset kita saja yang hadir dan melihat langsung kejadiannya di TKP. Stay healthy mba.

    BalasHapus
  9. Memang menjadi dilema ya mba. Terus terang kalo sifatnya peraturan siapapun dia yang melanggarnya sebaiknya ditindak.

    Dan memang tidak bisa dipungkiri juga bahwa yang terjadi di masyarakat saat ini juga hukum seringkali tumpul ke atas dan tajam kebawah. Semoga setiap ketidakadilan mendapatkan ganjarannya begitu pun sebaliknya

    BalasHapus
  10. Sangat dilema sekali. Ada kebijakan dan aturan aturan yang terkadang menyulitkan. Bahkan sangat berdampak sekali bagi pelaku usaha. Namun selagi untuk kebaikan bersama setidaknya. Asalkan jika ada penegakan hukum tidak tebag pilih

    BalasHapus
  11. Memang serba bener sih zaman pandemi begini. Petugas yg selalu bener hehe.. tapi hampir semua sektor kena imbasnya. Selain kita yg wajib ikut aturan, ya dituntut untuk kreatif juga agar bisa survive. Semoga keadaan segera normal lg ya kak. Aamiin

    BalasHapus
  12. Memang dilema sih mba, para polisi dan satpol pp itu juga dapat perintah dari atasan buat melakukan tugasnya menertibkan yg tidak tertib, tapi kadang terlalu berlebihan juga saya liatnya

    BalasHapus
  13. Dilema oh dilema..
    Saat pakai masker untuk menjaga diri dan orang lain dari virus ternyata memang bagi sebagian orang bisa mengalami sesak.
    Soal satpol PP saya punya pengalaman sendiri.
    Saat mereka mentertibkan pedagang di pasar. Caranya sungguh kejam. Saya pernah melihat seorang nenek tua penjual sayur, sudah menepikan dagangannya agar tak diambil paksa, nyatanya masih diangkut ke mobil pick up. Saya sedih sekali ngeliatnya. Rasanya pengen tak hiiiiiih

    BalasHapus
  14. Dilema sebagai polisi karena sudah tugasnya. Bahaya juga kan ya namanya pandemi.

    Engap memang pakai masker lama apalagi di tempat panas. Tiap 4 jam juga harus ganti.

    BalasHapus
  15. Ikut bingungg.
    Tapii begitulaah memang satu sisi masih kurang edukasi satu sisi merasa bahwa semua harus taat aturan. Padahak dalam beberapa hal masyarakat juga banyak yg belum paham :(

    BalasHapus
  16. Terenyuh baca ini mbak. Tapi memang ya, semua bikin dilema. kondisinya kan emg serba susah. Udah setahun pandemi, sepertinya ya masih gini2 saja. Masker saya pribadi juga sbnrnya biji. sesak nafas, kdg memaksakan pake Krn aturannya seperti itu, juga demi jaga diri sendiri. Semoga pandemi segera berlalu ya mbak

    BalasHapus
  17. warna warni tahun 2020 ya tentang masker ini, dan kebawa sampai 2021, mudah-mudah segera berakhir. dan dilema ini mendapatkan solusi secepatnya, biar pedagang bebas lagi bekerja mencari nafkah tanpa harus merasa dikejar-kejar lagi petugas

    BalasHapus
  18. duh ya ampun kalo masih ada yang males and banyak alesan pake masker, apa gak nonton or baca berita yaa, udh byk korban covid, ga sayang diri yg gitu mah yaa

    BalasHapus
  19. Kok saya kurang sepakat ya dengan statement pengambilan kebijakan publik masyarakat tidak dilibatkan ? Kan ada wakil rakyatnya yang bisa menyerap aspirasi warga. Kalau ingin setiap warga dilibatkan ya hilangkan dulu wakil rakyatnya dan sistem pemerintah

    BalasHapus
  20. Dilema memang Kak
    Tapi kalau aku selalu mencari aman dengan protokol kesehatan
    Niatnya melindungi diri dan orang lain

    BalasHapus

Posting Komentar