[recent]

Recent Post

3/recentposts

Seminar Parenting - Sinergi Positif Rumah dan Sekolah Bersama Drs. Miftahul Jinan, M.PdI

6 komentar

Komunikasi adalah bentuk kepedulian antara sesama yang perli dibangun dengan siapapun, salah satunya guru dan murid. Bila sekolah dulu, orangtua jarang bahkan tidak pernah membangun komunikasi dengan guru, termasuk jaman sekolahku dulu. Jujur memang pada saat itu permasalahan anak sekolah tidak sekomplek dan serumit sekarang. Dan guru pun tidak pernah protes, melibatkan orangtua dalam hal urusan sekolah anak.

Tapi sekarang apa ya, seiring bertambahnya zaman, perubahan di segala aspek merebak, muncul era dimana anak-anak tidak mampu survive sendiri ditengah musim makin menggila. Munculah ilmu parenting, seni merapikan, mengontrol, mendidik anak ditengah era serba digital katanya. 

Padahal orangtua dulu tidak mengenal ilmu parenting, orangtuaku mendidik keseharian bak militer, berangkat ke sekolah jaraknya 3 kilometer naik sepeda ontel selama 3 tahun. Bakalan dianter kalau paginya hujan, jujur lebih malu berangkat sekolah dianter orangtua saat itu. 

Nggak hanya itu ketika ada tugas di sekolah dan orangtua nggak bisa bantu, ibu hanya bilang “Ibu hanya bisa bantu biaya, sisanya harus kamu selesaikan sendiri” pesan itu terngiang sampai sekarang. Apapun masalahmu ya kamu harus hadapi sendiri, bukan minta bantuan oranglain. 

Seminar parenting bertajuk Sinergi Positif Rumah dan Sekolah diadakan untuk lebih membangun solidaritas antara guru dan walimurid. Acara ini diluncurkan sebab ada salah satu walimurid merasa kesal, jengkel pada sekolah karena selalu terlibat urusan sekolah. Menurut dia sebagai walimurid tugasnya menyerahkan anak ke sekolah agar dididik dengan benar, sedangkan orangtuanya sendiri sibuk bekerja membayai kebutuhan anak. 

Heeiii beda kasus ya cerita sekolahku dan walimurid barusan. Kala ceritaku terjadi saat SMP, nah yang itu saat SD dengan tanda kutip anak perlu proses. Maksudnya anak tersebut diategorikan anak tidak bisa lepas begitu saja, juga bukan anak yang mampu diberi asupan apapun tiap hari. Dari sudut pandangnya orangtua anak ini ingin menyamakan hasil kepintaran seperti teman-temanya tapi anaknya sendiri belum memenuhi kualifikasi itu. 

Nah menurut kabar yang kudengar, walimurid ini ketika diajak komunikasi dengan pihak pengajar di sekolah susahnya minta ampun. Lalu siapakah yang salah dalam hal ini?

Mungkin karena jengkelnya dengan pihak sekolah, masalah itu dibuat status whatsapp. Apa solusinya?

Porfil Drs. Miftahul Jinan, M.Pd.I., LCPC. Sebagai Pemateri

Drs. Miftahul Jinan, M.Pd.I adalah Direktur Griya Parenting Indonesia, master Trainer, Penulis serial buku parenting best seller. Lahir di Ponorogo 13 September 1969. Ayah dari ketiga putra juga merupakan trainer dari kualita Pendidikan Indonesia (KPI) dan dosen program Ma’had Ay Al KABR Eduation Center.

Pengalaman beliau berawal dari staff pengajar pondok pesantren modern Gontor 1989-1994, staf pengajar litbang Lembaga Pendidikan Islam Al-Hikmah Surabaya 1995-2003, Master trainer KPI Surabaya 2001-2009 dengn jabatan terakhir sebagai Direktur Product And Develompment. 

Diantara karya beliau seputar ilmu parenting: Keluarga VS Sekolah, Napak Tilas Anak Sukses, Smart Parent For Smart Student, Aku Wariskan Moral bagi anakku,  Alhamdulillah Anakku Nakal, Orangtuaku Hobi Menghukum, Awas Anak Kecanduan Games.

Selain sebagai master trainer beliau juga mensertifikasi beberapa trainer dibawah naungan Filla Training Center dan telah mengorbitkan beberapa training diantaranya: Training Melejitkan Potensi dan Mengelola Problem, Training Ice Breaker, Training Kesulitan Belajar, Training Service Excellent.

Resume Parenting Ustad Jinan

Dalam mendidik anak tidak perlu ceramah, ngomel, apalagi nyiwel yang diperlukan ada suri tauladan. Kita tahu anak adalah peniru ulung segala hal yang diamati. Orangtua dan lingkungan memiliki dampak besar bagi perkembangan anak-anak. 

Apa maksud suri tauladan? Jadi contoh mulai dari orangtua. Mungkin dan pasti kesal, capek saat diingatkan tapi tidak menghiraukan. Dan jalan mudah adalah memarahi anak sekaligus mencubit biar anak taat omongan orangtua. Nyatanya hal itu tidak dibenarkan dalam ilmu parenting. Lalu apa? beri dia contoh bagaimana merespon yang baik, satu dua tiga kali tidak menghiraukan lama-kelamaan anak akan menyadari siklus yang dibuat orangtua. 

Lalu gimana kalau anak meniru perbuatan buruk diluar rumah? Ya kembali ke orang tua, bila situasi lingkungan masyarakatnya memberikan efek buruk perkembangan anak, ketika anak keluar rumah orangta harus mendampingi, sisanya anak dimasukkan dalam rumah.

Kebiasaan Anak: Kebiasaan Keluarga Harus Sama Kebiasaan Sekolah.

Bila disekolah anak diajari merapikan ala tulisnya sendiri, ke kemar mandi mandiri, membereskan makanan sendiri, saat dirumah perlakuan tersebut juga sama. Tujuannya agar anak terbiasa mandiri dimanapun tempatnya. Terkdang ada anak itu saat dirumah dimanjakan, ketika disekolah diminta mandiri merasa itu bukan tugasnya. 

Ada cerita nyata namanya ustad Yusuf beliau ini dijuluki disiplin. Apa indikatornya kok disebut disiplin? Beliau selalu datang duluan dan pulang terakhir, nyaris tidak pernah izin mendadak. Nah seperti itulah maksudnya kebiasaan baik dirumah dia terapkan di lingkungan kerja. 

Artinya sama ketika orangtua minta karakter anak anak baik maka orangtua harus punya kebiasaan menuju hal tersebut. Cerita nyata di ustad jinan, anaknya saat duduk di bangku SD berangkat sekolah tidak diantar apalagi antar pakai gojek. Dengan kesepakatan ayah ibunya, anak tidak diturunkan setengah kilometer dari gerbang sekolah, pulangnya pun sama dijemput di lokasi setengah kilometer gerbang sekolah. Ibunya protes habis-habisan, hari pertama Ibu menyiapkan bekal lumayan banyak takut anaknya kelaperan karena jalan kaki. Selama seminggu tidak ada masalah, lama-kelamaan terbiasa dan tidak mau diturunkan di depan gerbang sekolah alasan macet. Nah suatu hari ibunya lupa menjemput, pesan gojek dicancel, akhirnya anak ini nunggu di masjid sampai maghrib lalu dia memutuskan jalan ke rumah yang jaraknya 3 kilometer. 

Sampai rumah ditanya “Kamu marah nggak dijemput?”. “tidak apa sudah terbiasa”. Masyallah, kalau dilihat-lihat sama kok kayak waktu TK berangkat pulang nggak ada yang jemput. Itu sekelas TK loh. 

Kemandirian dan Tanggungjawab

Nggak perlu banyak ceramah saat mengingatkan anak. Ketika anak meninginkan sesuatu tapi orangtua tidak ingin mengabulkan anak pasti marah-marah sambil memberantakin barang-barang. Diamkan dulu, sudah satu jam ajak dia merapikan kembali dengan syarat 25% ibunya merapikan 75% anak merapikan. 

Ciri-ciri anak mandiri : emosi stabil, bertanggungjawab, sering bertanya dan mengeksplor lingkungan sekitar, tidak memiliki rasa takut, tidak takut mengekspresikan pemikirannya, mudah bergaul dengan oranglain. 

Tidak heran kepribadian anak mandiri jarang dibully, karena dia bisa mengalir dalam situasi apapun sedangkan anak yang dimanja atau orantua over protektif justru sering dibully karena ketidakmampuan dia menyesuaikan kondisi lingkungan. 

Kebutuhan Anak

Kontrol emosi lemah cenderung anak yang permintaannya selalu dituruti. Lalu kapan permintaan diterima atau ditolak?. 

Ada cerita anak tiba-tiba pijitin ayahnya, pasti ada kemauan. Ingin naik sepeda motor padahal masih kelas 2 SMP. Ada dilema pada Ayah kalau ditolak anak ini sudah mau mijitin tanpa disuruh, kalau diterima anak kelas 2 SMP belum diperbolehkan naik kendaraan bermotor. Jawabannya tidak diizinkan. Alasan apapun kala sudah tegas pada aturan harus dijalankan.   

Anak kelas 1 SD diberi smartphone untuk apa? lebih banyak madorotnya daripada manfaat. Smartphone itu butut data, pulsa demi orangtua tidak diriwuki anak, orangtua memberikan HP. secara tidak sadar orangtua membiayai perusakan anak. 

Pertanyaan-pertanyaan Unik Peserta Parenting

Anak sering bertengkar memperebutkan mainnya gimana ya ustad saya itu pusing pemandangan setiap hari?. Jika tidak terjadi pertikaian maka terjadi penindasan, pertikaian menunjukkan rasa ingin memilki. Bila pertikaian itu masih lumrah, emosi ibu lebih stabil. Anggap pertikaian adalah salah satu proses saling memahami.

Anak-anak mandinya lama, main game tanpa henti. Anak mandinya lama, kembali di jadwal si anak, bila dia mandinya lama asal tujuannya selanjutnya tidak bermasalah oke. Bila anak mandinya lama berujung berangkat sekolah terlambat maka harus ada konsekuwensi misalnya orangtua memberitahu guru piket “bahwa ananda Atta inysallah terlambat karena mandi lama, bangunnya kesiangan, tolong beri konsekuensi pantas nggh ustadzah”. Agar anak merasakan akibat konsekuensi berlama-lama.

Soal main game, orangtua bekerja dari pagi sampai sore, sampai di rumah coba rehat dari handphone, beri ruang berbicang pada anak. Blocking time, saat adzan usahakan tidak pegang HP itu jadi suri tauladan anak. 

Bagaimana jika anak berkata kotor? . Berkata mesoh, menunjuk jari tengah, ketika ditanya anak tidak tahu jawabannya. Anak bisa bekata itu karena mencontoh yang dia lihat, solusinya sering diingatkan apa perkataan yang pantas diucapkan. Dan kembali sinergi sekolah dan rumah, saat di sekolah sudah diajari berkata baik saat di rumah anak tidak dibiarkan bergaul dengan anak-anak yang suka berkata mesoh.

Pembatasan penggunaan handphone dengan cara positif melalaui diskusi. Misalkan anak suka kucing, orangtua harus pro aktif mendampingi perihal hubungan HP dengan kucing misalnya dijaikan fotografi, dll. Akhirnya anak bisa bikin projek pemeliharaan kucing. 

Kesimpulannya mendidik anak generasi sekarang tantangan dan resikonya luar biasa dashyat. Anak-anak cenderung kritis justru dipertanyakan? Benar itu kritis atau membantah orang dewasa. Generasi sekarang tersedia banyak fasilitas tapi kurang mengeksplor, berbeda dengan generasi dulu minim fasilitas tapi tidak malu kerja keras. 

lylamanzila
Assalamua'alaikum Halo saya Alfimanzila Orang asli Sidoarjo Email: lylamanzila97@gmail.com

Related Posts

6 komentar

  1. Mantap banget nih semua ilmunya saya dapet. Memang sih ya menjadi orang tua itu sekolahnya tiada ujung waktu

    BalasHapus
  2. Benar sekali
    Rumah dan sekolah harus bersinergi untuk melakukan pendidikan kepada anak ya mbak

    BalasHapus
  3. Aku setuju, mendidik anak gak perlu sambil marah2 atau ngomel sih, karena anaknya malah bisa ngebalikin, niru orang tuanya. Pelan2 aja malah lebih dimengerti sama anak

    BalasHapus
  4. Sedikit sharing juga nih Mbak. Di sekolah anakku juga sempet ada kejadian, hanya gara-gara 2 anak dorong²an, salah satu anak lapor sama kakeknya. Alahasil, sang kakek menyalahkan pihak sekolah, sambil marah². Maksudnya ya nggak usah sih marah², cukup minta maaf saja, dan diomongin baik².

    Memang anak² itu nggak bisa dilepas ke salah satu pihak aja, baiknya guru dan orang tua saling bekerjasama mendidik anak. Kalo salah satu ada yg kurang, yg lainnya bisa melengkapi.

    Terima kasih untuk sharingnya diseminar ini, Mbak.

    BalasHapus
  5. wah menarik banget nih :) memang yg utama bikin pondasi anak kuat itu dari rumah ya, dan sekolah harus mendukung jadi keduanya bisa saling bekerjasama melengkapi.

    BalasHapus
  6. Duh ini masih jadi PR banget buat aku mbaa huhu.. soalnya masih termasuk yg suka ngomel2 dan aku lupa kalau anakku tuh ya anak2, bukan orang dewasa yang penampilannya anak2 hiksss

    BalasHapus

Posting Komentar