[recent]

Recent Post

3/recentposts

Fake Friend episode 3

Posting Komentar


Sekolah bukanlah tujuan utamaku sekarang, makan untuk hari esok lebih penting. Bisa mengerjakan soal ujian akhir semester tanpa remidi aja udah bersyukur, apalagi cari teman buat jadiin geng-gengan  aduh nggak penting juga. Yang aku butuhin hanya satu teman tapi memahami kondisi hati dan mentalku.

“Khai, nanti sore ikut aku keluar yuk”. Khaira adalah satu-satunya yang terseleksi bertahan denganku tanpa imbalan apapun, sebelumnya geng kami bertiga. Wafda namanya, tapi ia harus pindah luar kota seminggu setelah kejadian pembunuhan siswa paskibraka di Trawas saat acara camping. Ketika aku whatsapp, “Aku ikut Ayah pindah ke Pasuruan, karena kantor ayah dipindahkan”.

“Hayuk, aku tunggu di perempatan seperti biasa”. Seperti biasa tempat favorit kita berdua adalah kantin Mak Ina, nasing kuning bikinannya selalu ngangenin pol.

Baiklah, sore nanti adalah waktu yang tepat menanyakan pada khaira kenapa ia bersama Ayahku sepulang sekolah waktu itu. tidak pantas aku curiga pada teman karibku sendiri, mau gimana lagi rasa penasaran makin membuncah kala Khaira menelpon Ayah di malam hari.

Mana mungkin anak SMA seusiaku punya hubungan gelap dengan Bapak-bapak. Terakhir aku memergoki Ayah bersama gembluk kesayangannya di kos-kosan desa sebelah.  Sudah tidak tertarik melabrak perempuan kotor itu, aku pernah melakukannya tapi yang ada namaku sendiri malah tercemar.

Sebelum pulang ke rumah, kusempatkan mengunjungi orang-orang di kebun, yah walaupun nggak paham juga sebenarnya. “Neng sini ambil buah-buahan ini buat camilan mengerjakan tugas nanti malam”. Teriak Pak Eko, tetua yang mengurusi kebun milik Bu de.

Bersyukur kebutuhan gizin tidak terpenuhi meski ayah tak pernah lagi mengiri uang saku padaku. Mana bisa ayah memberi aku uang, bayar uang sekolah aja tak mampu, paling-palin uang mengalir ke gembluknya itu.

Apa ini kotak jadul berukir tulisan jawa, siapa yang punya? Apakah Bude? Buka atau tidak ya? ah yaudah buka aja penasaran. Isinya patung dewa-dewa berwarna emas kelap-kelip, ditaburi kembang tujuh rupa. Ah sialan batinku sadar, pasti ini kiriman di Riki, dia kira aku bodoh, kuno, percaya hal beginian, sudah muak aku menangani barang beginian. Ah masa bodoh kulumpar kotak petik kecil di semak-semak.

Basa-basi adalah bukan ciri-ciriku, on the point adalah karakterku. “gimana pesananku sudah kamu bawakan”.

Aku sengaja memesan liontin padanya, sebagai alasan agar obrolan agak lama.

“Kemarin ayahku, ketemu kamu ngomongin apaan?”

Gelagatnya udah mulai kebingungan, menambah kecurigaan.

“Seperti yang aku bilang kemarin, Ayahmu minta tolong cek pulsanya, udah itu aja”

“Maksudku bukan itu?”

Awalnya aku dan Khai duduk berhadapan, pindah posisi bersebelahan, kedua tanganku menarik kerah baju Khai. Kebohongan terlihat jelas di matanya.

“Jawab jujur atau.....”

Khai bersedia menjelaskan, Ayahmu menghubungiku karena Ibumu pernah punya hutang padaku saat itu, berhubung Ibumu belum melunasi hutangnya, Ayahmu lah yang melunasinya

“hanya itu??”

Tanpa ada salaman, langsung meninggalkan Khai yang masing tercengang dengan sikap Ansa. Terpaksa melepaskan cengkraman karena aku nggak mau ada keributan di warung. Ada hal aneh disini, sikap Khai berubah derastis semenjak kematian ibu. Dulu sikap humble nya itu natural tidak dibuat-dibuat, sekarang seolah-olah manipulatif ucapan dan tindakannya.

Masih ditengah perjalanan aku putar balik menuju warung, melihat Khai baru selesai membayar minumannya, dari belakang ku buntuti. Aku tahu persis dimana rumah Khai tapi jalan ini bukanlah menuju rumahnya. Ini menuju kos-kosan yang pernah kudatangi waktu itu. Sialann cewek jadi-jadian in anak ternyata.

Harus bisa meredam amarah, bukan saat tepat melabrak mereka, aku harus menata harga diriku lagi

 

 

 

 

 

 

lylamanzila
Assalamua'alaikum Halo saya Alfimanzila Orang asli Sidoarjo Email: lylamanzila97@gmail.com

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar